Sabtu, 03 Januari 2009

Simpai keramat

Hari itu ada pertandingan lari di sekolahnya. Richard, seorang anak berusia 11 tahun memasuki lapangan sendiri, dengan senyum selebar mungkin. Berbeda dengan anak lainnya. Anak-anak lain memasuki lapangan dengan orang tua mereka. Orang tua teman-temannya memeluk dan menciumi anak anak mereka. membisikkan kata-kata penyemangat dan Good Luck di telinga masing-masing anak. Richard melihat mereka dengan sedih. Karena hanya dirinya yang tak memiliki orang tua sebagai penyemangat dirinya. Menyadari bahwa dia tak memiliki orang tua sejak bayi. Dirinya dititipkan pada neneknya namun beliau meninggal 3 minggu lalu. Perlahan, air mata menetes dari mata kacang almond itu. Membasahi pipinya yang kemerahan.

"Semua bersiap!" Teriak sang guru olahraga.
Richard dengan segera menghapus air matanya dan bersiap. Salah seorang temannya bertanya "mengapa kau menangis Richard? ada yang salah?"
Lalu Richard menjawab "tidak,"

Dan mereka berlari. Richard selalu menyukai berlari. Ia senang dengan suara angin dan tapak kaki kawan-kawannya. Richard meraih juara 2 dalam lomba itu, dan temannya yang tadi menanyakan keadaannya meraih juara 3.

"Richard, aku yakin tadi dirimu menangis, ada apa?" tanya sang teman.
"Aku takkan menangis lagi jika kau selalu ada disini bersamaku." kata Richard.
"Huff.. Aku agak kesal dengan ayah dan ibuku, mereka memelukku seperti aku akan pergi sangat jauh."
"Asal kau tahu, aku tadi menangis karena melihat ayah dan ibumu memelukmu"
Mulut sang teman menganga lebar sekali. Ia sama sekali tak mensyukuri apa yang ia dapatkan. Ia lupa, bahwa Richard adalah sebtang kara. Simpai keramat. Lalu Ayah dan ibunya mendatangi mereka
"Lihat, Boy, kamu mau mengajak dia makan malam?"
"entah? kau mau?"
"Tentu" kata Richard